Secara leksikal, istilah mobilitas berasal dari bahasa Latin
mobilis. Kata mobilis menunjuk pada
pengertian mudah dipindah atau banyak bergerak dari tempat yang satu menuju
tempat yang lain. Dari pengertian seperti ini, istilah mobilitas sosial
dipandang memiliki pengertian yang sama dengan istilah gerakan sosial atau
perpindahan sosial. Gerakan sosial yang dimaksudkan dalam pembahasan ini bukan
mengacu pada istilah sosial movement yang cenderung pada pengerahan aksi masa,
melainkan mengacu pada istilah social
mobility. Dengan demikian mobilitas sosial dapat diartikan sebagai
perpindahan seseorang atau sekelompok
orang dari suatu kelas sosial tertentu menuju kelas sosial yang lain, dari
suatu daerah tertentu menuju daerah yang lain.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG TERJADINYA MOBILITAS SOSIAL
Seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa mobilitas sosial akan selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat. Terjadinya mobilitas sosial tersebut didorong oleh beberapa faktor, seperti perbedaan status sosial, perbedaan status ekonomi, masa- lah-masalah kependudukan, situasi politik yang tidak menentu, adanya ambisi pribadi, dan motif-motif yang bersifat keagamaan.
SALURAN-SALURAN MOBILITAS SOSIAL VERTIKAL
Sosiolog Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa proses mobilitas sosial vertikal memi- liki beberapa saluran penting, yaitu:
(1) perkawinan
(2) organisasi politik, ekonomi, dan keahlian
(3) lembaga pendidikan
(4) lembaga keagamaan
(5) angkatan bersenjata.
AKIBAT-AKIBAT MOBILITAS SOSIAL
1. Konflik Antar Kelas Sosial Belakangan ini sering terdengar berita tentang demonstrasi. Di antara demonstrasi tersebut ada yang digalang untuk kepentingan menolak kepemimpinan seseorang, ada juga yang digalang untuk menuntut kenaikan upah dan perbaikan kesejahteraan kepada pimpi- nan perusahaan, dan lain sebagainya. Pada dasarnya demonstrasi tersebut merupakan ben- tuk-bentuk konflik antar kelas sosial , yakni antara kelas sosial bawah berhadapan dengan kelas sosial atas. Konflik seperti itu terjadi karena berkembang ketidakseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan individu maupun kelompok sehubungan dengan adanya perubahan dalam kehidupan sosial.
2. Konflik Antar Kelompok Sosial Konflik antar kelompok sosial
merupakan konflik yang melibatkan antara kelompok sosial yang satu dengan
kelompok sosial yang lain yang setingkat. Konflik tersebut terjadi karena adanya
ketidakkeseimbangan dalam kehidupan sosial sebagai akibat dari berkem- bangnya
situasi dan kondisi baru. Bangsa kita yang memiliki ratusan suku bangsa sangat
rentan bagi terciptanya konflik antar kelompok sosial. Seperti yang terjadi di
Kalimantan yang melibatkan antara pendatang Madura dengan Suku Dayak dan
Melayu. Demikian juga yang terjadi di Maluku yang melibatkan antara kelompok
Islam dengan kelompok Kristen. Hal serupa juga sering terjadi di tempat lain
seperti tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung, dan lain sebagainya.
Konflik-konflik seperti tersebut sedapat mungkin harus di- hindari dengan
melakukan pendekatan-pendekatan soaial dan kebudayaan sehingga antara satu
dengan yang lainnya terjalin sikap saling memahami, saling menghormati, saling
menghargai, dan saling membina kerukunan hidup bersama. Sikap seperti ini telah
ditanamkan sejak zaman dahulu kala oleh nenek moyang bangsa Indonesia, seperti
yang tertuang dalam Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular: “Bhinneka Tunggal
Ika” (Berbeda-beda tetapi Satu Jua).
3. Konflik Antar generasi Konflik antar generasi merupakan
konflik yang melibatkan antara generasi tua dengan generasi muda. Biasanya
terjadinya konflik tersebut diawali dengan naiknya generasi muda dalam posisi
dan jabatan tertentu yang mengambil alih kedudukan generasi tua. Konflik antar
generasi akan semakin menjadi-jadi jika masing-masing pihak mengembangkan sikap
yang kontradiktif. Generasi muda beranggapan bahwa generasi tua berpikir
lamban, kuno, dan terbelakang. Sementara generasi tua beranggapan bahwa
generasi muda tidak mengerti tata krama dan bersikap angkuh. Sikap-sikap
seperti tersebut merupakan sikap negatif yang harus dihilangkan. Selanjutnya
harus dikembangkan sikap baru bahwa setiap generasi merupakan rangkaian
kesinambungan dalam sejarah hidup manusia. Masing-masing generasi harus
menempatkan dirinya dengan baik sambil melakukan langkah-langkah penyesuaian
terhadap situasi baru dan sekaligus berusaha menciptakan situasi yang lebih
baik bagi seluruh generasi.
4. Konflik Status dan Konflik Peran Pada dasarnya antara
status dan peran tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika status merupakan
bentuk statis (pasif), maka peran merupakan bentuk dinamis (aktif). Jika sese-
orang memiliki status lebih dari satu, sesecara otomatis juga akan memiliki peran
lebih dari satu. Konflik status dan konflik peran akan terjadi jika masing-masing
status yang melekat pada diri seseorong harus diperankan dalam waktu yang
bersamaan.
Comments
Post a Comment